Berita Dan Peristiwa ,Politik Dana Mbojo

Harga Jagung Petani Anjlok, PT CPI Cabang Bima Siap Membeli Jagung Kering KA 15 Harga Rp4.400

Harga Jagung Petani Anjlok, PT CPI Cabang Bima Siap Membeli Jagung Kering KA 15 Harga Rp4.400

Tak Layak Lagi Dapat Bantuan, Penerima PKH dan BPNT 2024 Tahap 1 Ini Dicoret dari DTKS

Pemerintah mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahap 1 tahun 2024 menjelang Pemilu

Rabu, 29 November 2023

Banjir, Jembatan di Desa Sondosia – Kabupaten Bima Macet Parah





Kabupaten Bima : Banjir sungai yang terjadi sejak Senin 27 November 2023 hingga Selasa 28 November 2023 menyebabkan jembatan alternatif di Desa Sondosia, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, tidak bisa dilewati. Pasalnya jembatan yang dibangun belum rampung.

Akibatnya kemacetan panjang terjadi. Mengurai kemacetan itu, Personel Polsek Bolo Polres Bima mengatur arus lalu lintas.

Kapolsek Bolo, IPTU Nurdin mengatakan, kemacetan panjang itu disebabkan oleh hanyutnya jembatan alternatif dikarenakan jembatan utama masih dalam proses pengerjaan. Jembatan alternatif itu hanyut diakibatkan oleh adanya banjir kiriman dari Kecamatan Madapangga yang diguyur hujan dengan intensitas tinggi. 



Setelah itu personel Polsek Bolo dan personel Koramil setempat serta Pol PP kecamatan Bolo melakukan pengalihan arus lalulintas, kendaraan yang hendak menuju kota Bima dialihkan untuk melewati jalan alternatif Desa Kara dan keluar di Desa Sanolo dan sebaliknya.

Kapolres Bima AKBP Hariyanto SH, SIK melalui Kasi Humas Iptu Adib Widayaka membenarkan adanya kemacetan akibat hanyutnya jembatan alternatif di Desa Sondosia.

"Benar jembatan alternatif itu hanyut akiba banjir kiriman dari Wilayah Kecamatan Madapangga sehingga kami melakukan pengalihan jalur lalu lintas untuk mengurai kemacetan," katanya, Rabu (29/11/2023).

Masih Adib, untuk mobil Truk/Fuso dan Bus malam tidak diperbolehkan melewati jalan alternatif di Desa kara pasalnya selain jalannya sempit dan dikhawatirkan jembatan-jembatan kecil di jalan alternatif itu tidak bisa menahan beban muatan Truk/Fuso serta Bus malam.

Sambungnya, menunggu air surut kendaraan Truk/ Fuso serta Bus malam  diparkir sepanjang jalan mulai jembatan Desa Sondosia sampai Desa Sanolo. Untuk mencegah terjadinya gangguan Kamtibmas personel Polsek Bolo  Standby. 

_Syaiful Bahri Official_


SALAM NDAI SILA MAJA LABO DAHU NDAI MBOJO RO DOMPU

Minggu, 19 November 2023

MENGENAL SUKU DONGGO DI BIMA NUSA TENGGARA BARAT



MENGENAL SUKU DONGGO DI BIMA NUSA TENGGARA BARAT


Donggo adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Donggo merupakan salah satu suku besar yang berada di Dana Mbojo (Tanah Bima). Suku Donggo terletak di sekitar lereng gunung yang berada di antara Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dilihat dari letak geografisnya yang berada di lereng gunung membuat pesona desa-desa yang berada di Kecamatan Donggo semakin terlihat.

Apalagi ketika kita berada di puncak gunung Donggo yang dikenal dengan (Donggo Mbuha). Banyak sekali pemuda-pemuda Donggo juga pemuda luar yang datang hanya untuk menikmati keindahan diatas puncak Donggo. Dan dari situlah kita dapat melihat seluruh hamparan Kota Bima juga sebagian besar kabupaten Dompu dengan pesona alam yang menakjubkan.

Berdasarkan sejarah, suku Donggo merupakan suku asli dari masyarakat Bima yang menempati lereng Gunung Barat dan Timur sebelum datangnya orang-orang luar yang ikut bermukim di Bima. Yaitu yang di sebut dengan Dou Donggo Ele (Masyarakat Donggo bagian Timur) yang sekarang menjadi Desa Lambitu yang berada di bagian Timur kabupaten Bima yang sebagiannya juga bertempat di Kota Bima. Dan Dou Donggo Di (Donggo bagian barat) yang sekarang menjadi masyarakat Donggo atau yang berada di kecamatan Donggo itu sendiri.

La Hila adalah nama Putri cantik anak dari raja Donggo dahulu kala, La Hila mempunyai rambut sepanjang 7 buah bambu dan paras cantiknya sangat menggoda para Raja yang melihatnya, kejadian yang melegenda dari La Hila yaitu dia dikubur hidup-hidup karena dia tidak ingin menerima lamaran dari salah satu Raja Bima, setelah kuburannya di buka ternyata jasad La Hila telah hilang, hingga sekarang masyarakat Donggo mempercayai bahwa La Hila sering menampakkan diri dengan wujud wanita cantik.




Di Donggo masyarakatnya masih menjada adat istiadat leluhurnya sehingga masih terdapat rumah yang dulunya bertempat tinggal kepala suku atau di sebut Ncuhi Donggo yang terdapat di Donggo Mbawa, ada dua agama yang dianut oleh masyarakat Donggo yaitu Kristen Katolik dan Islam, penganut agama Katolik di Donggo yang uniknya yaitu mereka memakai nama Islam akan tetapi agamanya Katolik.

Ada cerita rakyat yang menarik lagi di Donggo yaitu dahulu kala sebelum terbentuknya kerajaan Bima, Raja dari Pulau Jawa yang dulu pernah berjanji akan mengirim anaknya untuk memimpin tanah Mbojo (sebutan tanah Bima dahulu kala), sang Raja mengirim kedua anaknya ke Bima dengan sebatang bambu, kemudian di pinggir pantai Donggo hiduplah sepasang suami istri yang sudah tua renta dan belum mempunyai anak, tiap malamnya mereka berdua mendengarkan bunyi gendang yang sangat besar, dan mereka berdua pun memeriksa dari mana asal suara gendang tersebut tetapi mereka tidak menemukan sumber suara tersebut.

Ke esokkan harinya Ompu (panggilan sang suami) pergi kepinggir laut untuk mencari kayu bakar, dan dia menemukan sebatang Bambu kemudian Ompu mengambilnya membawa pulang kerumahnya, malam harinya suara gendang tersebut masih ada Ompu beserta istrinya sangat penasaran dari mana suara gendang tersebut. Pagi harinya Ompu akan membelah kayu yang dia kumpulkan dengan sebuah kapak, kemudian pas Ompu ingin memotong Bambu yang dia temukan di pinggir pantai, mengeluarkan suara yang melarang memotong bambu tersebut dan keluarlah dua pangeran bersaudara dari Bambu tersebut yang merupakan anak dari Raja Pulau Jawa yang datang untuk memimpin Bima seperti yang dijanjikan. Kemudian salah satu saudara tertua dari kedua bersaudara itu menjadi Raja Bima yang bernama Indra Zambrud yang menjadi asal usul Raja-raja Bima.






SALAM NDAI SILA MAJA LABO DAHU NDAI MBOJO RO DOMPU

Naka Dan Ncuhi Peradaban Awal Dana Mbojo






Naka Dan Ncuhi Peradaban Awal Dana Mbojo 


Oleh : Alan Malingi 

Masa Pra Sejarah Bima dikenal dengan Zaman Naka. Keterangan tertulis tentang masa ini tidak ada. BO(Kitab Kuno Kerajaan Bima) hanya menceritakan bahwa sebelum masa Ncuhi, masyarakat Bima hidup dalam zaman Naka. Ciri kehidupan zaman ini hampir sama dengan ciri kehidupan zaman pra sejarah pada umumnya yaitu nomaden, food gathering, belum mengenal tulisan, belum mengenal pertanian dan peternakan dan menganut kepercayaan Makamba  Makimbi , sejenis dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Diperkirakan pendukung zaman naka adalah orang-orang Donggo yang merupakan penduduk Asli Bima atau juga mereka sudah terdesak ke timur seperti Flores, Sumba dan sekitarnya.

Bukti terdesaknya masyararakat pendukung peradaban Naka ini adalah dari tradisi tutur masyarakat di Desa Tarlawi kecamatan Wawo kabupaten Bima. Mereka menyebut orang orang dari luar klan mereka dengan istilah “ Saru “ atau musuh. “ Saru Apa Mai ? Musuh darimana yang datang?. Demikian diungkapkan oleh salah seorang tetua setempat kepada penulis dan tim Makembo yang melaksanakan kemah budaya di Tarlawi pada tanggal 28 Juli 2018.

Dari tutur yang tersebar di masyarakat setempat memberikan satu garis arah, bahwa peradaban Naka ini tersingkir akibat kedatangan orang-orang luar dan munculnya peradaban baru di tanah Bima. Pada masa lalu, masyarakat Donggo Ele terdiri dari 4 klan masyarakat yaitu Sambori, Teta, Kuta, dan Tarlawi. Orang Sambori menempati pesisir Talabiu, orang Kuta menempati pesisir Kolo, orang Teta menempati wilayah pesisir Ambali hingga Tala Piti dan Orang Tarlawi menempati pesisir pantai Mawu 

Setelah orang orang luar dengan peradabannya yang lebih maju masuk ke tanah Bima, maka empat kelompok tersebut akhirnya menyingkir menyusuri lembah dan pegunungan dengan pola hidup nomaden dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Mereka akhirnya tiba di tempat baru di Tarlawi,Kuta, Teta dan Sambori. Khusus Sambori, Yusuf Alwi mengemukakan bahwa Sambori berasal dari Kata Sampori atau melepaskan diri dari kelompok induknya. 

Salah satu bukti keberadaan zaman Naka adalah temuan Tim Ekskursi Uma Lengge dari Mahasiswa dan Dosen Fakultas Arsitektur Universitas Indonesia tahun 2017. Mereka membagi tiga tim penelitian yaitu Tim Wawo, Tim Donggo dan Tim Sambori. Mereka menemukan satu hunian yang lebih awal dari Uma Lengge yaitu Lege, sejenis rumah pohon di pegunungan Sambori. Temuan itu dituangkan dalam sebuah buku dengan judul “ Bima, antara Padi Dan Atsitektur. “ 
Masa Ncuhi merupakan masa ambang sejarah (Proto Sejarah).  

Pada masa ini masyarakat sudah hidup berkelompok, menetap, mengenal pertanian dan peternakan. Mereka sudah mulai hidup teratur di bawah pimpinan wilayah yang disebut NCUHI. Bo menulis : Sawatipu ba londona sia sangaji, wa’ura wara dou labo dana ( Sebelum datangnya Sangaji (Raja) sudah ada orang dengan tanahnya ). Bo juga menulis : Ndi tangara kai Ncuhi, ededu dumu dou, inampu’una ba weki ma rimpa, ndi batu wea ta lelena, ndi siwi wea ta nggawona.  Artinya, Ncuhi adalah manusia utama, penghulu masyarakat serumpun, diharapkan pengayomannya, untuk diikuti arah condongnya. 

Ncuhi adalah pemimpin kharismatik tradisional yang menguasi wilayah gunung dan lembah. Nama Ncuhi diambil dari nama gunung dan lembah yang dikuasainya. Ncuhi asal kata Ncuri atau Suri yang menjadi cikal bakal kehidupan. Ada banyak Ncuhi di Bima. Ada Ncuhi Lambu, Jia, Buncu, Sape, Kabuju, Kolo, Padolo, Mola dan lain-lain. Mungkin jumlahnya ada ratusan orang. Tapi ada lima Ncuhi induk yang merupakan pimpinan wilayah yang membawahi Ncuhi-ncuhi tersebut yaitu Dara (Wilayah Tengah,pusat kota), Dorowuni (Wilayah Timur) Bolo (wilayah Barat) ,Banggapupa( Wilayah Utara) dan Parewa ( Wilayah Selatan). Lima Ncuhi inilah yang kemudian mengadakan musyawarah di Doro Babuju untuk mengangkat seseorang yang bergelar Sang Bima menjadi Raja.
Pada masa Ncuhi, Bima telah menjalin hubungan dengan negeri-negeri di luar. Hal itu didukung oleh teluk dan pelabuhan alamnya yang tenang dan indah. Teluk Bima menjadi tempat persinggahan terbaik bagi para pelaut dan pedagang dari berbagai negeri. Hasil alam Bima juga diminati seperti kayu Songga, Sopa, pewarna, Rotan, Kerbau, kuda, padi dan palawija serta hasil alam lainnya. 

Sejak Abad XII Masehi, kuda asal Bima sudah tersohor di Nusantara. Saat itu, para pedagang dari berbagai penjuru datang membeli Kuda Bima, kemudian dijual di negeri asalnya untuk dijadikan tunggangan para raja, bangsawan, dan panglimaperang.   Dalam Kitab Negara Kertagama dinyatakan, Raja-raja dan panglima perang Kerajaan Kediri, Singosari, dan Majapahit,  selalu memilih Kuda Bima untuk memperkuat armada kavalerinya. Para Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia pun sering meminta dikirimi Kuda Bima yang dinilai sebagai jenis kuda terbaik di Kepulauan Hindia Belanda. Kuda Bima dinilai sebagai sarana transportasi yang tangguh karena kuat membawa beban hasil panen, tahan cuaca panas, serta jinak. 

Kesimpulan 

1. Bukti keberadaan zaman Ncuhi adalah tersebarnya temuan peninggalan para Ncuhi seperti di Sape, Lambu, Parado, Woha, Monta, Wawo, Donggo, Kota Bima dan wilayah lainnya di Bima. 
2. Bukti lain adalah tersebarnya cerita rakyat atau legenda di wilayah Bima. Kegenda tentang Ncuhi Parewa, Ncuhi Buncu, Ncuhi Kabuju, Ncuhi Mola, Ncuhi Dara, Ncuhi Dorowuni, Ncuhi Bolo, Ncuhi Banggapupa,  dan lain lain.
3. Keberadaan Ncuhi juga disebutkan dalam BO Sangaji Kai maupun BO kerajaan Bima lainnya terutama tentang kedatangan Sang Bima dan pembentukan federasi Ncuhi yang diketuai oleh Ncuhi Dara. Lima federasi Ncuhi itu membagi wilayah kekusaannya dengan batas teluk Bima yaitu Ncuhi Dara menguasai wilayah tengah. Ncuhi Parewa di wilayah selatan, Ncuhi Banggapupa di wilayah utara, ncuhi Dorowuni di wilayah timur dan Ncuhi Bolo di wilayah barat. 
4. Perlu penelitian lebih lanjut tentang peradaban zaman Naka dan Ncuhi. Pemerintah Daerah harus proaktif menggandeng komunitas dan masyarakat dalam rangka mengumpulkan peninggalan zaman Naka dan Ncuhi.
 
Referensi

1. Anhar Gonggong, DR, Komunikasi Dalam Masyarakat Majemuk Dalam Integrasi Bangsa, Mataram, 1995.
2. Hilir Ismail M., Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara,
3. Massier Abdullah, Bo (Suatu Himpunan Catatan Kuno Daerah Bima), Proyek Pengembangan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, Depdikbud NTb, 1981/1982.
4. Sejarah Bima Dana Mbojo, Abdullah Tayib, BA
5. Chambert Loir Henry, Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta, 1999.
6. Hilir Ismail & Alan Malingi, Jejak Para Sultan Bima. 
7. Tim Ekskursi Uma Lengge, Universitas Indonesia 2017. Bima Antara Padi Dan Arsitektur

Disampaikan pada : Kajian Sejarah Dan Budaya, Asi Mbojo 23 Februari 2020.


SALAM NDAI SILA MAJA LABO DAHU NDAI MBOJO RO DOMPU

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More