Naka Dan Ncuhi Peradaban Awal Dana Mbojo
Oleh : Alan Malingi
Masa Pra Sejarah Bima dikenal dengan Zaman Naka. Keterangan tertulis tentang masa ini tidak ada. BO(Kitab Kuno Kerajaan Bima) hanya menceritakan bahwa sebelum masa Ncuhi, masyarakat Bima hidup dalam zaman Naka. Ciri kehidupan zaman ini hampir sama dengan ciri kehidupan zaman pra sejarah pada umumnya yaitu nomaden, food gathering, belum mengenal tulisan, belum mengenal pertanian dan peternakan dan menganut kepercayaan Makamba Makimbi , sejenis dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Diperkirakan pendukung zaman naka adalah orang-orang Donggo yang merupakan penduduk Asli Bima atau juga mereka sudah terdesak ke timur seperti Flores, Sumba dan sekitarnya.
Bukti terdesaknya masyararakat pendukung peradaban Naka ini adalah dari tradisi tutur masyarakat di Desa Tarlawi kecamatan Wawo kabupaten Bima. Mereka menyebut orang orang dari luar klan mereka dengan istilah “ Saru “ atau musuh. “ Saru Apa Mai ? Musuh darimana yang datang?. Demikian diungkapkan oleh salah seorang tetua setempat kepada penulis dan tim Makembo yang melaksanakan kemah budaya di Tarlawi pada tanggal 28 Juli 2018.
Dari tutur yang tersebar di masyarakat setempat memberikan satu garis arah, bahwa peradaban Naka ini tersingkir akibat kedatangan orang-orang luar dan munculnya peradaban baru di tanah Bima. Pada masa lalu, masyarakat Donggo Ele terdiri dari 4 klan masyarakat yaitu Sambori, Teta, Kuta, dan Tarlawi. Orang Sambori menempati pesisir Talabiu, orang Kuta menempati pesisir Kolo, orang Teta menempati wilayah pesisir Ambali hingga Tala Piti dan Orang Tarlawi menempati pesisir pantai Mawu
Setelah orang orang luar dengan peradabannya yang lebih maju masuk ke tanah Bima, maka empat kelompok tersebut akhirnya menyingkir menyusuri lembah dan pegunungan dengan pola hidup nomaden dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Mereka akhirnya tiba di tempat baru di Tarlawi,Kuta, Teta dan Sambori. Khusus Sambori, Yusuf Alwi mengemukakan bahwa Sambori berasal dari Kata Sampori atau melepaskan diri dari kelompok induknya.
Salah satu bukti keberadaan zaman Naka adalah temuan Tim Ekskursi Uma Lengge dari Mahasiswa dan Dosen Fakultas Arsitektur Universitas Indonesia tahun 2017. Mereka membagi tiga tim penelitian yaitu Tim Wawo, Tim Donggo dan Tim Sambori. Mereka menemukan satu hunian yang lebih awal dari Uma Lengge yaitu Lege, sejenis rumah pohon di pegunungan Sambori. Temuan itu dituangkan dalam sebuah buku dengan judul “ Bima, antara Padi Dan Atsitektur. “
Masa Ncuhi merupakan masa ambang sejarah (Proto Sejarah).
Pada masa ini masyarakat sudah hidup berkelompok, menetap, mengenal pertanian dan peternakan. Mereka sudah mulai hidup teratur di bawah pimpinan wilayah yang disebut NCUHI. Bo menulis : Sawatipu ba londona sia sangaji, wa’ura wara dou labo dana ( Sebelum datangnya Sangaji (Raja) sudah ada orang dengan tanahnya ). Bo juga menulis : Ndi tangara kai Ncuhi, ededu dumu dou, inampu’una ba weki ma rimpa, ndi batu wea ta lelena, ndi siwi wea ta nggawona. Artinya, Ncuhi adalah manusia utama, penghulu masyarakat serumpun, diharapkan pengayomannya, untuk diikuti arah condongnya.
Ncuhi adalah pemimpin kharismatik tradisional yang menguasi wilayah gunung dan lembah. Nama Ncuhi diambil dari nama gunung dan lembah yang dikuasainya. Ncuhi asal kata Ncuri atau Suri yang menjadi cikal bakal kehidupan. Ada banyak Ncuhi di Bima. Ada Ncuhi Lambu, Jia, Buncu, Sape, Kabuju, Kolo, Padolo, Mola dan lain-lain. Mungkin jumlahnya ada ratusan orang. Tapi ada lima Ncuhi induk yang merupakan pimpinan wilayah yang membawahi Ncuhi-ncuhi tersebut yaitu Dara (Wilayah Tengah,pusat kota), Dorowuni (Wilayah Timur) Bolo (wilayah Barat) ,Banggapupa( Wilayah Utara) dan Parewa ( Wilayah Selatan). Lima Ncuhi inilah yang kemudian mengadakan musyawarah di Doro Babuju untuk mengangkat seseorang yang bergelar Sang Bima menjadi Raja.
Pada masa Ncuhi, Bima telah menjalin hubungan dengan negeri-negeri di luar. Hal itu didukung oleh teluk dan pelabuhan alamnya yang tenang dan indah. Teluk Bima menjadi tempat persinggahan terbaik bagi para pelaut dan pedagang dari berbagai negeri. Hasil alam Bima juga diminati seperti kayu Songga, Sopa, pewarna, Rotan, Kerbau, kuda, padi dan palawija serta hasil alam lainnya.
Sejak Abad XII Masehi, kuda asal Bima sudah tersohor di Nusantara. Saat itu, para pedagang dari berbagai penjuru datang membeli Kuda Bima, kemudian dijual di negeri asalnya untuk dijadikan tunggangan para raja, bangsawan, dan panglimaperang. Dalam Kitab Negara Kertagama dinyatakan, Raja-raja dan panglima perang Kerajaan Kediri, Singosari, dan Majapahit, selalu memilih Kuda Bima untuk memperkuat armada kavalerinya. Para Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia pun sering meminta dikirimi Kuda Bima yang dinilai sebagai jenis kuda terbaik di Kepulauan Hindia Belanda. Kuda Bima dinilai sebagai sarana transportasi yang tangguh karena kuat membawa beban hasil panen, tahan cuaca panas, serta jinak.
Kesimpulan
1. Bukti keberadaan zaman Ncuhi adalah tersebarnya temuan peninggalan para Ncuhi seperti di Sape, Lambu, Parado, Woha, Monta, Wawo, Donggo, Kota Bima dan wilayah lainnya di Bima.
2. Bukti lain adalah tersebarnya cerita rakyat atau legenda di wilayah Bima. Kegenda tentang Ncuhi Parewa, Ncuhi Buncu, Ncuhi Kabuju, Ncuhi Mola, Ncuhi Dara, Ncuhi Dorowuni, Ncuhi Bolo, Ncuhi Banggapupa, dan lain lain.
3. Keberadaan Ncuhi juga disebutkan dalam BO Sangaji Kai maupun BO kerajaan Bima lainnya terutama tentang kedatangan Sang Bima dan pembentukan federasi Ncuhi yang diketuai oleh Ncuhi Dara. Lima federasi Ncuhi itu membagi wilayah kekusaannya dengan batas teluk Bima yaitu Ncuhi Dara menguasai wilayah tengah. Ncuhi Parewa di wilayah selatan, Ncuhi Banggapupa di wilayah utara, ncuhi Dorowuni di wilayah timur dan Ncuhi Bolo di wilayah barat.
4. Perlu penelitian lebih lanjut tentang peradaban zaman Naka dan Ncuhi. Pemerintah Daerah harus proaktif menggandeng komunitas dan masyarakat dalam rangka mengumpulkan peninggalan zaman Naka dan Ncuhi.
Referensi
1. Anhar Gonggong, DR, Komunikasi Dalam Masyarakat Majemuk Dalam Integrasi Bangsa, Mataram, 1995.
2. Hilir Ismail M., Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara,
3. Massier Abdullah, Bo (Suatu Himpunan Catatan Kuno Daerah Bima), Proyek Pengembangan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, Depdikbud NTb, 1981/1982.
4. Sejarah Bima Dana Mbojo, Abdullah Tayib, BA
5. Chambert Loir Henry, Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta, 1999.
6. Hilir Ismail & Alan Malingi, Jejak Para Sultan Bima.
7. Tim Ekskursi Uma Lengge, Universitas Indonesia 2017. Bima Antara Padi Dan Arsitektur
Disampaikan pada : Kajian Sejarah Dan Budaya, Asi Mbojo 23 Februari 2020.