Harga Jagung Petani Anjlok, PT CPI Cabang Bima Siap Membeli Jagung Kering KA 15 Harga Rp4.400
Harga Jagung Petani Anjlok, PT CPI Cabang Bima Siap Membeli Jagung Kering KA 15 Harga Rp4.400
Tak Layak Lagi Dapat Bantuan, Penerima PKH dan BPNT 2024 Tahap 1 Ini Dicoret dari DTKS
Pemerintah mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahap 1 tahun 2024 menjelang Pemilu
Minggu, 19 November 2023
LAYAK KAH SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA MENJADI PAHLAWAN NASIONAL
Senin, 04 April 2022
Menyingkap Kisah Para Ncuhi di Dana Mbojo
Dana Mbojo Mantoi.
Ncuhi selain sebagai pemimpin kelompok masyarakat juga merupakan “High Priest” atau Pemuka Agama tertinggi di atas Sando (imam dan dukun dalam agama masayarakat Bima dulunya). Seorang Ncuhi di pilih dari seorang yang bijak dan berilmu oleh kelompoknya untuk memimpin mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Bouman, para Ncuhi itu pada hakekatnya adalah para tuan tanah yang berkuasa di wilayahnya masing-masing, yang kemudian dipersatukan oleh Maharaja Sang Bima menjadi satu kerajaan yang bercorak kehinduan. Seperti yang di kutip dalam Kerajaan Tradisional di Indonesia : Bima, 1997.
Dari berbagai wilayah Ncuhi juga mempunyai seorang pimpinan Ncuhi tertinggi yang memegang seluruh wilayah tertentu misalkan Ncuhi Banggapupa yang memegang wilayah Bima bagian Utara, sehingga dari semua Ncuhi yang bermukim di wilayah Utara jika ada masalah yang terjadi maka mereka akan menemui Ncuhi Banggapupa sebagai pemimpin tertinggi untuk melaporkan masalah dari wilayah mereka.
Para Ncuhi adalah para pemimpin yang memegang teguh musyawarah untuk membicarakan berbagai permasalahan dan perkembangan wilayah masing-masing. “Apabila ada persoalan yang perlu disimpulkan bersama, yang ada sangkut pautnya dengan kepentingan daerah bersama pula, maka berkumpulah mereka untuk memusyawarahkannya”, demikian tulis Ahmad Amin dalam Sejarah Bima. Sejarah Pemerintahan dan Serba Serbi Kebudayaan Bima.
Ncuhi juga mempunyai pimpinan tertinggi dari tiap wilayah masing-masing, para Ncuhi tertinggi ini hanya berjumlahkan 5 orang saja, yaitu :
1. Ncuhi Dara bagian Bima tengah.
2. Ncuhi Doro Wuni bagian Bima timur.
3. Ncuhi Banggapupa bagian Bima utara.
4. Ncuhi Parewa bagian Bima selatan.
5. Ncuhi Bolo bagian Bima barat.
Setelah masuknya era Kerajaan, tugas dan wewenang para Ncuhi tetap pada semula di tiap wilayahnya mereka. Seorang Putra Mahkota sebelum di angkat menjadi Raja, mereka terlebih dahulu di gembleng oleh Para Ncuhi tertinggi dan di ajarkan dari masing-masing keahlian yang di kuasai oleh Ncuhi untuk mengenal tanah leluhurnya.
Dalam kepercayaan masyarakat Bima bila para Ncuhi meninggal maka roh sucinya akan menjadi Waro yaitu roh leluhur yang menjaga mereka. Ncuhi sangat di hormati oleh masyarakat karena kewibawaan dan bijak, setelah masuknya Kerajaan, Kesultanan, hingga terbentuknya Indonesia, seorang Ncuhi tetap di angkat dari keturunan para Ncuhi yang sebelumnya. Di tahun 1983 seorang Antropology dari Universitas Of Pennsylvania yang bernama Peter Just saat meneliti tentang Donggo, dia masih bertemu dengan seorang Ncuhi terakhir di Donggo yang bernama La Honte.
Sejarah Dan Asal-Usul WADU NTANDA RAHI
Sejarah Dan Asal-Usul WADU NTANDA RAHI
Mbojo Mantoi.
Ada sebuah legenda yang menceritakan tentang kesetiaan seorang istri kepada sang suaminya akhirnya menjadi batu, cerita ini berasal dari Dana Mbojo (Dompu / Bima) ~ Cerita legenda Wadu Ntanda Rahi diyakini banyak terdapat di seluruh pelosok Mbojo. Masyarakat Sanggar meyakini bahwa di sanalah tempat cerita Wadu Ntanda Rahi itu. Namun Inti atau hakikat ceritanya hanyalah satu yaitu tentang kesetiaan seorang istri dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Ia menjadi batu karena ingin mengabdikan cinta dan kesetiaannnya kepada sang Suami yang telah merantau dan tenggelam di lautan luas Pada suatu hari seorang istri yang sangat menyayangi sang suami, pergi keatas bukit gunung untuk melihat suaminya yang pergi berlayar… Tapi sebelum dia pergi ke atas bukit banyak orang-orang di tempatnya itu yang melarang dia untuk keatas sana namun dia tidak mendengarka nasehat dari orang-orang itu, malah menjalankan keinginannya itu untuk melihat suaminya walaupun banyak orang yang melarang, dia tidak perduli dengan semua itu………
~ Akhirya dia kesana denga keinginan yang tinggi karena semua ini yang dia lakukan adalah sebagai tanda pengabdian dan kesetiaan terhadap sang suami…. Setelah nyampe di atas bukit gunung dia berdiri dengan lelah, cemas, bahkan melamun sambil memikir dan melihat kearah tempat sang suaminya berlayar … Akhirya seorang istri itu berubah menjadi batu hingga sampai sekarang ini, entah apa kesalahan dan dosa yang dia perbuat sehingga dia bisa berubah menjadi batu … Mulai waktu itulah orang-orang disekitar itu memberi nama kepada batu tadi dengan Wadu Ntanda Rahi ( Batu Memandang Suami)
wadu: batu
ntada: melihat/memandang
rahi: suami
dana: tanah/daerah
mbojo: Bima
Bima adalah salah satu Kabupaten diujung timur Pulau Sumbawa Propnsi Nusa Tenggara Barat.
Senin, 09 Agustus 2021
TEMBE ADAT BIMA (SARUNG ADAT BIMA)
Tenun Ikat Bima pernah dikenakan oleh
Kepala-Kepala Negara pada Pertemuan APEC di
Bali beberapa Tahun Lalu. Termasuk dikenakan
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
saat menyampaikan Visi Misinya sebagai Calon
Presiden di hadapan Anggota KADIN pada
Pemilu Pilpres Tahun 2009. Hal ini tentunya
menjadi sebuah kebanggan bahwa daerah kecil
di ujung timur NTB ini memiliki segudang
potensi alam dan budaya yang perlu
dikembangkan.
Secara umum busana atau pakaian adat Bima
hampir sama dengan Sulawesi Selatan. Hal itu
diperkuat dengan ikatan sejarah bahwa Bima
dengan Makasar, Gowa, Bone dan Tallo itu
memiliki hubungan dan ikatan kekeluargaan
serta kekerabatan. Proses pembauran dan
asimilasi budaya itu telah berlangsung lama
dan mempengaruhi juga cara berbusana dan
motif busana yang dikenakan. Meskipun ada
beberapa perbedaan antara busana adat Bima
dengan Sulawesi Selatan.
Warna yang menonjol dalam pakaian adat Bima
antara lain hitam, biru tua, coklat, merah dan
kemerah-merahan serta putih. Untuk pakaian
wanita memakai kain sarung kotak-kotak yang
dikenal dengan sebutan Tembe Lombo.
Disamping pakaian sehari-hari pakaian adat
juga diatur oleh pihak Kesultanan. Yang diatur
oleh Majelis Adat yang disebut KANI SARA.
Prosedur dan Tata Cara pemakaiannya pun
telah diatur dalam ketetapan Hadat.
Menurut Muslimin Hamzah ada empat
golongan pakaian adat sehari-hari masyarakat
Bima. Pertama, pakaian yang digunakan secara
umum sebagai pakaian harian atau pakaian
untuk acara resmi. Kedua, pakaian Dinas Para
Pejabat Kesultanan. Ketiga, Pakaian Pengantin,
baik yang dipakai oleh golongan bangsawan,
golongan menengah, maupun golongan
masyarakat umum termasuk pakaian untuk
khitanan. Keempat, Pakaian Penari.
Dalam kehidupan sehari-hari orang Bima
mempunyai pakaian sendiri. Khusus untuk
wanita meliputi Baju Poro. Baju ini terbuat
dari kain yang agak tipis tetapi tidak tembus
pandang. Umumnya berwarna biru tua, hitam,
coklat tua dan ungu. Bagi gadis-gadis Bima
biasanya memakai warna ungu atau coklat tua.
Para wanita pun memakai aneka perhiasan
seperti gelang, anting dan lain-lain. Namun
terlarang untuk memakai secara berlebihan.
Kaum Pria mempunyai pakaian sehari-hari yang
khas. Yang lazim adalah Sambolo atau Ikat
Kepala. Umumnya bercorak kotak-kotak dan
dihiasi tenunan benang perak/emas. Terkadang
lelaki memakai baju kemeja atau baju lengan
pendek atau jas tutup dengan warna putih atau
hitam atau warna cerah lainnya. Untuk sarung
biasanya memakai sarung pelekat yang dikenal
dengan nama Tembe Kota Bali Mpida yang
bercorak Kotak-kotak atau memaki Tembe
Nggoli yang pemakaiannya agak panjang atau
terjurai pada bagian depannya.
Untuk hiasan kaum pria memakai Salampe,
sejenis dodot yang dililitkan dipinggang.
Biasanya salampe berwarna dasar kuning,
merah, hijau dan putih. Bagi orang dewasa
biasanya menyelipkan pisau pada lilitan
Salampe. Letaknya agak ke kiri pusar,
sedangkan hulunya agak terjurai ke kanan.
Pakaian dan busana adat Bima sangat banyak.
Ini adalah kekayaan dan kearifan masa silam
yang seharusnya dipertahankan dari terpaan
arus globalisasi saat ini. Hanya beberapa saja
yang masih dapat dilihat dan diperagakan
hingga saat ini. Perlu ada upaya serius untuk
melestarikan dengan berbagai kebijakan
Pemerintah Daerah agar pakaian adapt ini tidak
punah ditelan arus zaman. Perlu ad aide kreatif
untuk mempertahankannya misalanya dengan
menggelar Show Busana Adat Bima atau
menetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
pelestarian Pakaian Adat Bima. (Sumber
Ensiklopedia Bima, Muslimin Hamzah)
Category: Budaya Bima | Leave a Comment
Rimpu Author: nhyae Aug 11
1
Budaya Rimpu Mbojo di persimpangan
Jaman
Posted Filed under Blogger Contest
Tak kala saya
masih kecil dan hidup di sebuah pedesaan di
kabupaten bima tepat nya di kecematan BELO
(desa tonggorisa) saya sangat senang sekali
dengan keadaan desa yang begitu damai
tentram dan sejahtera. Hampir setiap hari saya
jarang sekali melihat muka para kaum hawa
(bukannya saya buta) dan tidak ada bagian
tubuhnya yang seksi kelihatan sama sekali ini
semua dikarenakan mereka memakai cadar ala
ninja atau kalau orang BIMA bilang Rimpu
mbojo (sarung yang dipakai persis ninja) dan
saya sangat senang sekali melihat hal ini semua
dan ini sudah menjadi budaya bima karena
kemana-mana mereka selalu memakainya.
Namun setelah saya dan keluarga pindah ke
KOTA BIMA saya pun masih melihat kaum hawa
yang memakai RIMPU.(kalau teman yang belum
tahu bima sedikit saya kasih tahu kalau bima
itu merupaka daerah yang ada di Pulau
sumbawa dan masuk Kedalam Propinsi NTB)
Namun perjalanan Roda Jaman memang terlalu
cepat berputar pengaruh modernisasi dan
trend masa kini telah melanda daerah ku
tercinta (BIMA) ini terlihat dari corak dan
mode yang di pakai kaum hawa saat ini..saya
seperti melihat suatu pemandangan yang luar
biasa berubahnya karena di kota ini kaum
hawa kelihatan seperti manusia yang tidak
memakai baju karena liuk-liuk tubuhnya yang
seksi kelihatan sangat jelas dan tentu saja ini
bisa menimbulkan birahi kaum adam apalgi
bagi si lelaki buaya ini merupakan lahan yang
basah untuk di pelototi. Ini semua adalah
korban dari keganasan jaman yang makin
moderen dan dibarengi dengan si Pelaku yang
tidak mau menyaring serta mengklarifikasi dulu
apa ini baik atau tidak apa ini bertentangan
dengan budaya atau tidak dan lebih dengan
ketentuan agama. Namun ini semua telah
terjadi dan budaya RIMPU tinggalah kenangan
saja karena kaum hawa sekarang ini tidak lagi
begitu mau mengikuti saran dan kata-kata
orang tua kalau dilarang pasti di jawabnya
seperti ini “ini kan jaman moderen kalau pakai
rimpu tidak gaul gitu” (kata ini pernah saya
dengar karena yang bilang masih kerabat jauh
saya!!! Tapi alhamdulillah sekarang walaupun
tidak memakai rimpu dia mengganti dengan
Jilbaber) inilah salah satu contoh yang bisa
menyebabkan budaya itu runtuh karena anak
cucu tidak mau mengikuti saran-saran dari
orang tua atau dewasa..dan lebih kejamnya lagi
karena pengaruh modernisasi bukan saja
melanda kota yang baru saya tempati tapi udah
merembes ke desa yang pernah saya tinggal
dulu dan didesa hanya sebagian kaum hawa aja
yang masih bertahan untuk memakai rimpu
tersebut yaitu hanya ibu-ibu dan nenek-nenek
saja. Melihat dari fenoma ini pengaruh
modernisasi itu bisa masuk lewat:
1.Orang bule yang suka jalan pakai baju dalam
aja
2.Karena kebanyakan nonton sinetron anak
muda atau ABG
3.Karena tidak mau di bilang ketinggalan jaman
4.DLL
Semoga ada para kaum hawa dari daerah saya
yang nyasar ke blog ini dan membaca tulisan
ini dan merenungi kembali akan budaya RIMPU
yang hamper punah ini…
posted from Bloggeroid
Sabtu, 12 Mei 2018
Selasa, 17 April 2018
Selasa, 10 April 2018
Pakaian Adat Suku Bima
RIMPU CILI DAN COLO. |
Untuk para pria Bima, digunakan ikat kepala dari kain tenun yang bernama SAMBOLO. Sambolo dipakai dengan ujung-ujung melingkar kepala. Atasan pria berupa kemeja lengan panjang sementara bawahannya berupa sarung songket bernama TEMBE ME'E. Bawahan dilengkapi dengan salepe atau selendang yang berfungsi sebagai ikat pinggang
INTERNET GRATIS DAN BISNIS ONLINE TANPA MODAL.
SALAM NDAI SILA MAJA LABO DAHU NDAI MBOJO RO DOMPU
Pakaian Adat Suku Bima Nusa Tenggara Barat
Sejarah Asal Usul Suku Bima dan Kebudayaannya
Etimologi
Ada beberapa versi yang mengatakan tentang asal mula kata Bima menjadi suku tersebut yaitu :
1. Ada pendapat yang mengatakan, Bima berasal dari kata “Bismillaahirrohmaanirrohiim”. Hal ini karena mayoritas suku Bima beragama Islam.
2. Menurut sebuah legenda, kata Bima berasal dari nama raja pertama suku tersebut, yakni Sang Bima. Nama Bima sebenarnya merupakan sebutan dalam bahasa Indonesia, sedangkan masyarakt Bima sendiri menyebut dengan kata Mbojo. Dalam suku Bima sendiri terdapat dua suku, yakni suku Donggo dan suku Mbojo. Suku Donggo dianggap sebagai orang pertama yang telah mendiami wilayah Bima.
Sejarah Bima
Menurut Legenda yang tertulis dalam Kibat Bo’, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak lalu berlabuh di Pulau Satonda. Setelah berlabuh, Bima menetap dan menikah dengan salah seorang putri di wilayah tersebut, hingga memiliki anak. Bima adalah seseorang yang memiliki karakter kasar dan keras, tapi teguh dalam pendirian serta tidak mudah mencurigai orang lain. Karena itulah, para Ncuhi mengangkat Bima menjadi Raja pertama wilayah tersebut yang kemudian menjadi daerah yang bernama Bima. Sang Bima dianggap sebagai raja Bima pertama. Tetapi Bima meminta kepada para Ncuhi agar anaknyalah yang diangkat sebagai raja. Karena dia akan kembali lagi ke Jawa. Bima menyuruh ke dua anaknya untuk memerintah Kerajaan Bima. Karena Bima berasal dari Jawa, sehingga sebagian bahasa Jawa Kuno kadang-kadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Sistem kepercayaan
Mayoritas suku Bima menganut agama Islam dan sebagian kecil menganut agama Kristen dan Hindu. Namun, ada satu kepercayaan yang masih dianut oleh suku Bima yang disebut dengan Pare No Bongi. Pare No Bongi merupakan kepercayaan asli orang Bima yang menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa. Selain itu juga ada Batara Guru, Idadari sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh Jim yang tinggal di pohon atau gunung yang sangat besar dan dipercaya berkuasa untuk mendatangkan penyakit, bencana, dan lainnya. Juga terdapat sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap sakti, Murmas tempat para dewa Gunung Rinjani; tempat tinggal para Batara dan dewi-dewi.
Pakaian Adat
Dalam masyarakat Bima, bagi kaum perempuan memiliki pakaian khas semacam sarung sebagai bawahan, ada juga yang menggunakan dua buah sarung, yang disebut rimpu. Rimpu adalah pakaian adat perempuan Bima yang digunakan untuk menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya kelihatan mata atau wajahnya saja. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut rimpu mpida
Rumah Adat
Rumah adat suku Bima bernama "Uma Lengge". Rumah tersebut memiliki struktur terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan dan berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam sebagai tumpuan tiang. Bangunan ini dirancang sangat kokoh agar tahan gempa dan angin.
Kesenian
Suku Bima memiliki tarian khas seperti :
1. Tari buja kadanda
2. Tari Perang
3. Tarian kalero.
Tarian kalero yang berasal dari daerah Donggo lama yang merupakan tarian dan nyanyian yang berisi ratapan, pujian, pengharapan dan penghormatan terhadap arwah.
Kesenian lain masyarakat Bima adalah perlombaan balap kuda .
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo yang termasuk dalam rumpun Bahasa Melayu Polinesia. Bahasa tersebut terdiri dari berbagai dialek, yaitu dialek Bima, Bima Dongo dan Sangiang. Dalam dialek bahasanya, mereka sering menggunakan huruf hidup dalam akhiran katanya, jarang menggunakan huruf hidup. Misalnya kata “jangang” diucapkan menjadi “janga”
Mata pencaharian
Mata pencaharian utama adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing. Selain bertani, masyarakat Bima juga berladang, berburu dan berternak kuda yang berukuran kecil tapi kuat. Sejak abad ke-14 kuda Bima telah diekspor ke Pulau Jawa. Tahun 1920 daerah Bima telah menjadi tempat pengembangbiakkan kuda yang penting. Para wanita suku Bima membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan "tembe nggoli" yang terkenal.
SALAM NDAI SILA MAJA LABO DAHU NDAI MBOJO RO DOMPU.
Rabu, 24 Januari 2018
Sejarah Dan Asal Usul Daerah Dana MBOJO ( BIMA)
KEDUA, sejumlah dokumen dalam bahasa Melayu yang ditulis di Bima antara abad ke-17 sampai dengan abad 20. Bahasa Bima merupakan bahasa setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu (NGGAHI MBOJO). Bahasa tersebut jarang, dan sejak masa yang relatif muda, digunakan secara tertulis. Beberapa teks lama yang masih tersimpan dalam bahasa tersebut, tertulis dalam bahasa Arab atau Latin. Tiga jenis aksara asli Bima pernah dikemukakan oleh pengamat-pengamat asing pada abad ke-19, tetapi kita tidak mempunyai contoh satu pun yang membuktikan bahwa aksara tersebut pernah dipakai. Oleh karena itu bahasa Bima rupanya tidak pernah menjadi bahasa tertulis yang umum di daerah tersebut. Pada jaman dahulu, bahasa lain pernah digunakan.
Dua prasasti telah ditemukan di sebelah barat Teluk Bima,satuagaknya dalam bahasa Sanskerta, yang lain dalam bahasa Jawakuno.Selanjutnya bahasa Makassar dan bahasa Arab kadang- kadang dipakai juga.Ternyata sejak abad ke-17 kebanyakan dokumen tersebut resmi ditulis di Bima dalam Bahasa Melayu.
Tulisan di atas dikutip dari buku Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, karya Henry Chambert-Loir penerbit Kepustakaan Populer Gramedia,Jakarta, 2004.
Bima di bagi dalam 4jaman,yaitu JAMAN NAKA (Prasejarah),
jaman Ncuhi (Proto Sejarah),
jaman Kerajaan (Masa Klasik), dan JAMAN KESULTANAN (Masa Islam).
Masyarakat dan seluruh Ncuhi, mengangkat Ncuhi Dara sebagai pemimpin masyarakat Bima. Ncuhi Parewa diangkat menjadi pemimpin di wilayah Selatan, yaitu di kecamatan Belo, Woha dan Monta sekarang. Ncuhi Bangga Pupa diangkat menjadi pemimpin di wilayah Utara, yaitu di kecamatan Wera sekarang. Ncuhi Bolo diangkat menjadi pemimpin di wilayah Barat, yaitu di kecamatan Bolo dan Donggo sekarang. Ncuhi Doro Woni diangkat menjadi pemimpin di wilayah Timur, yaitu di kecamatan Wawo dan Sape sekarang.
Gabungan dari seluruh wilayah Dana Mbojo, diberi nama Babuju. Sesuai dengan nama tempat dalam Mbolo Ro Dampa. Nama Mbojo berasal dari kata Babuju.
2.Tahap kedua dari ternate sekitar tahun 1580 M Pada tahun 1580 M, sultan Bab’ullah mengirim para mubalig dan pedagang untk menyiarkan agama Islam di Bima. Ketika masa itu kerajaan Bima, yang memerintah adalah sangaji Ma Wa’a Ndapa. Penyiar agama Islam yang dilakukan oleh Ternate, tidak dapat berlangsung lama, sebab di Ternate timbul kesultanan politik, setelah Sultan Bab’ullah mangkat.
3. Tahap ketiga dari Sulawesi Selatan sekitar tahun 1619M Pada tanggal 14 Jumadil awal 1028 H (tahun 1619 M), Sultan Makassar Alauddin awalul Islam mengirim empat orang mubalig dari Luwu, Tallo dan Bone untuk menyiarkan agama Islam di kerajaan Bima. Para muballig tersebut berlabuh di Sape dan mereka tidak dating ke istana, karena pada saat itu istana sedang dikuasai oleh Salisi. Kedatangan para Muballig tersebut disambut oleh La Ka’I yang sedang berada di Kalodu. Pada tanggal 15 Rabiul awal 1030 H, La Ka’I beserta pengikutnya memeluk agama Islam. Sejak itu mereka mengganti nama:
La Ka’I menjadi Abdulkahir La Mbila putra Ruma Bicara Ama Lima Dai menjadi Jalaluddin Bumi Jara Mbojo di Sape menjadi Awaluddin Manuru Bata putra sangaji Dompu Ma Wa’aTonggo Desemen jadi Sirajuddin.
Sejak La Ka’i memeluk agama Islam, maka rakyat juga ikut berbondong- bondong memeluk agama Islam. Referensi Buku Sejarah Mbojo Bima (M. Hilir Ismail)
Sejarah Sejarah Berdiri Berdiri , , Runtuh Runtuh dan dan Perkembangan Perkembangan Islam Islam di di Kerajaan KerajaanBima Bima
Kehadiran sang Bima pada abad 11 M, ikut membantu para ncuhi dalam memajukan Dana Mbojo. Sejak itu, ncuhi Dara dan ncuhi-ncuhi lain mulai mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Walau sang Bima sudah kembali ke kerajaan Medang di Jawa Timur, namun tetap mengadakan hubungan dengan ncuhi Dara. Karena istrinya berasal dari Dana Mbojo Bima.
Sebelum mendirikan kerajaan, semua ncuhi sepakat membentuk kesatuan wilayah dibawah pimpinan ncuhi Dara. Setelah puluhan tahun berada di Jawa Timur, sang Bima mengirim dua orang putranya, yang bernama Indra Zamrud dan Indra Kumala ke Dana Mbojo. Indra Zamrud dijadikan anak angkat oleh ncuhi Dara. Sedangkan Indra Kumala menjadi anak angkat ncuhi Doro Woni. Seluruh ncuhi sepakat untuk mencalonkan Indra Zamrud menjadi Sangaji atau Raja Dana Mbojo. Sedangkan Indra Kumala dicalonkan untuk menjadi Sangaji di Dana Dompu.
Indra Zamrud di tuha ro lanti atau dinobatkan menjadi Sangaji atau Raja yang pertama. Setelah Indra Zamrud dewasa dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang pemerintahan, maka pada akhir abad 11 M, ia di tuha ro lanti oleh Ncuhi Dara. Dengan persetujuan semua ncuhi, untuk menjadi Sangaji atau Raja Dana Mbojo yang pertama. Dengan demikian berakhirlah jaman ncuhi. Masyarakat Mbojo Bima memasuki jaman baru, yaitu jaman kerajaan. Pimpinan pemerintahan bukan lagi dipegang oleh ncuhi, tetapi dipegang oleh Sangaji atau Raja.
Sejak berdirinya kerajaan di sekitar pertengahan abad 11 M, Dana Mbojo memiliki dua nama.Kerajaan yang baru didirikan itu, oleh para ncuhi bersama rakyat diberi nama Mbojo. Sesuai dengan kesepakatan mereka dalam musyawarah di Babuju. Tetapi oleh orang-orang Jawa, kerajaan itu diberi nama Bima. Diambil dari nama ayah Indra Zamrud yang berjasa dalam merintis pendirian kerajaan. Sampai sekarang Dana Mbojo mempunyai dua nama, yaitu Mbojo dan Bima.Dalam masa selanjutnya, Mbojo bukan hanya nama daerah, tetapi merupakan nama suku yang menjadi penduduk di Kabupaten Bima dan Dompu sekarang. Sedangkan Bima sudah menjadi nama daerah bukan nama suku.
Pada masa kesultanan, suku Mbojo membaur atau melakukan pernikahan dengan suku Makasar dan Bugis. Sehingga adat istiadat serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat istiadat serta bahasa suku Makasar dan Bugis.Dou Mbojo yang enggan membaur dengan suku Makasar dan Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan. Oleh sebab itu, mereka disebut Dou Donggo atau orang pegunungan. Dou Donggo mempunyai adat istiadat serta bahasa yang berbeda dengan dou Mbojo.
Dou Donggo bermukim di dua tempat, yaitu disekitar kaki Gunung Ro’o Salunga di wilayah Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki Gunung Lambitu di wilayah Kecamatan Wawo sekarang. Yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut Dou Donggo Ipa (orang Donggo seberang), sedangkan yang berada dikaki Gunung Lambitu, disebut Dou Donggo Ele (orang Donggo Timur).
B. Proses Masuk dan Berkembangnya islam di Kerajaan Bima
Kerajaan Gowa Tallo memegang peranan penting dalam proses konversi Bima ke Islam. Saat itu, pada abad ke 17 M, Belanda telah menguasai sebagian besar jalur perdangangan bagian barat. Untuk mencegah jalur timur direbut Belanda, Maka Gowa mengirim expedisi untuk menaklukkan kerajaan pada pantai timur yaitu lombok dan bima. Kerajaan-kerajaan ini berhasil ditaklukkan dan di Islam kan oleh Gowa pada tahun1609M. Seiring dengan masuknya islam maka peradaban tulis juga berkembang.
Beberapa bulan setelah memeluk agama Islam, Jena Teke Abdul Kahir bersama pengikut didampingi oleh beberapa orang gurunya dari Sulawesi Selatan kembali menuju Dusun Kalodu. Setelah berada di Kalodu mereka mendirikan sebuah Masjid, selain sebagai tempat ibadah juga menjadi pusat kegiatan dakwah. Mulai saat itu Dusun Kalodu menjadi pusat penyiaran Islam, selain Kampo Sigi (Kampung Sigi ) di sekitar Desa NaE kecamatan Sape.
Dari puncak Kalodu, Islam semakin bersinar terang menyelimuti kegelapan Bumi Bima. Seluruh rakyat menyambut gembira instruksi Putera Mahkota Abdul Kahir untuk memeluk Islam. Salisi semakin berang. Dengan bantuan Belanda ia terus mengejar dan menyerang Pasukan Abdul Kahir. Proses pengejaran itu mulai dari Kalodu, Sape hingga mencapai puncaknya di Wera. Di sinilah terjadi pertempuran habis- habisan hingga menewaskan Panglima Perang Rato Waro Bewi di Doro Cumpu desa Bala kecamatan Wera. Berkat kerja sama dan kelihaian orang-orang Wera, Abdul Kahir dan teman seperjuangannya dapat diselamatkan ke Pulau Sangiang yang selanjutnya dijemput perahu-perahu dari Makassar.
Di Makassar, Empat serangkai Abdul Kahir, Sirajuddin, Awaluddin dan Jalaluddin dibina dan dilatih taktik perang. Di tanah ini pula mereka memperdalam ajaran Islam. Hingga setelah segala persiapan dimatangkan, Sultan Alauddin Makassar mengirim ekspedisi penyerangan terhadap Salisi. Dalam sejarah Bima tercatat dua kali ekspedisi ini dikirim untuk menaklukkan Salisi namun gagal. Pasukan Makassar banyak yang tewas dalam dua ekspedisi ini. Untuk ketiga kalinya pada tahun 1640 M, ekspedisi baru berhasil. Pada tanggal 5 Juli 1640 M Putera Mahkota Abdul Kahir berhasil memasuki Istana Bima dan dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama yang diberi gelar Ruma ta Ma Bata Wadu (TaunkuYang bersumpah Di AtasBatu). Sedangkan Sirajuddin terus mengejar Salisi hingga ke Dompu. Sirajuddin selanjutnya mendirikan Kesultanan Dompu. Jalaluddin kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri (Ruma Bicara) pertama dan diberi gelar Manuru Suntu, dimakamkan dikampung Suntu (Halaman SDN3Bima sekarang).
Tanggal 5 Juli 1640 M menjadi saksi sejarah berdirinya sebuah kesultanan di Nusantara Timur dan Terus berkiprah dalam percaturan sejarah Nusantara selama 322 tahun. Untuk itulah pada setiap tanggal 5 Juli diperingati sebagai hari Jadi Bima. Seperti telah menjadi takdir sejarah pula, bahwa kesultanan Bima diawali oleh pemimpinnya yang bernama Abdul KahirI dan berakhir pula dengan Abdul Kahir II (Putera Kahir). Dua tokoh sejarah itu kini tidur dengan tenang untuk selama-lamanya di atas bukit Dana Taraha Kota Bima.
(Sumber : Kitab BO ; Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M. Hilir Ismail ; Novel Sejarah Kembalinya Sang Putera Mahkota, AlanMalingi )
D. Penyebab Berakhirnya Kerajaan Bima
Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil meraih Kemerdekaan pada tahun 1945. Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Diantara peninggalan yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.
Bima merupakan salah satu Kerajaan islam tersohor di Indonesia bagian Timur. Kesohorannya hingga pernah berstatus swapraja selama kurun waktu 5-6 tahun dan hingga kini masih didapati bukti dan peninggalannya. Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga kini nyaris kehilangan makna.
Rimpu merupakan busana adat harian tradisional yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan rimpu.
Menurut sejarawan Bima, M. Hilir Ismail, keberadaan rimpu juga tak lepas dari upaya pemerintah (masa Sultan Nuruddin) untuk memanfaatkan kain sarung atau kain tenun Bima yang sudah lama dikenal bahkan menjadi komoditi perdagangan dunia yang sangat laris sekitar abad 13 lampau. Sebab, pada masa itu, dou mbojo memanfaatkan melimpahnya tanaman kapas untuk dijadikan kain tenun yang menjadi komoditi perdagangan yang terjual hingga ke negeri Cina. Sejak saat itu, semua wanita yang sudah akil baliq diwajibkan memakai rimpu apabila hendak bepergian meninggalkan rumah dan keluarganya untuk sesuatu urusan. Kalau tidak, berarti sudah melanggar hukum agama dan adat pada saat itu. “Hukumannya lebih kepada hukuman moral. Orang yang melanggar dengan sendirinya akan merasa malu”, ujarnya.
Keterangan Hilir diperkuat lagi oleh Nur Farhaty Ghani, dari Forum Perempuan (ForPuan) Bima. Menurutnya, rimpu merupakan bagian dari identitas wanita Bima pada masa Islam baru berkembang di Bima. “Zaman dulu, wanita Bima dengan bangga memakai rimpu untuk menunjukkan ke khalayak bahwa mereka sudah bisa menenun dan kain yang mereka gunakan adalah hasil karya sendiri,” paparnya. Menurutnya, memakai rimpu pada masa itu semacam show (pertunjukan). “Ini loh kain hasil tenun saya. Saya sudah bisa menenun,” contohnya.
Keeratan hubungan rimpu dengan perkembangan islam pada masa itu tampak jelas. Dari keterangan pelaku sejarah, wanita Bima yang hidup pada masa itu memandang tersingkapnya aurat mereka sebagai aib. Siapapun lelaki baik sengaja atau tidak melihat aurat mereka, pria tersebut wajib menikahinya. “Dengan tersingkapnya betis saja, wanita zaman dulu sudah merasa malu dan segera minta nikah. Mereka menganggapitu sebagai bentuk pelecehan (aib) terhadap wanita,” paparnya.
Rimpu merupakan busana yang terbuat dari dua lembar sarung yang bertujuan untuk menutup seluruh bagian tubuh. Satu lembar untuk mernutup kepala, satu lembar lagi sebagai pengganti rok. Sesuai penggunaannya, rimpu bagi kaum wanita di Bima dibedakan sesuai status. Bagi gadis, memakai rimpu mpida—yang artinya seluruh anggota badan terselubung kain sarung dan hanya mata yang dibiarkan terbuka. Ini sama saja dengan penggunaan cadar pada kaum wanita muslim. Caranya, sarung yang ada dililit mengikuti arah kepala dan muka kemudian menyisakan ruang terbuka pada bagian mata. Sedangkan bagi kaum wanita yang telah bersuami memakai rimpu colo. Dimana bagian muka semua terbuka. Caranya pun hampir sama. Sedangkan untuk membuat rok, sarung yang ada cukup dililitkan pada bagian perut dan membentuknya seperti rok dan kemudian mentangkupkan pada bagian kanan dan kiri pinggang.
Adanya perbedaan penggunaan rimpu antara yang masih gadis dengan yang telah bersuami, secara tidak langsung menjelaskan pada masyarakat terutama kaum pria tentang status wanita pada zaman itu. Bagi kaum pria terutama yang masih lajang, melihat mereka yang mengenakan rimpu mpida merupakan pertanda baik. Apalagi, jika pria lajang tersebut sudah berkeinginan untuk segera berumah tangga. Dengan sendirinya, pria-pria lajang akan mencari tau keberadaan gadis incarannya dari sarung yang dikenakannya.
Seiring perkembangan zaman, keberadaan rimpu hampir terlupakan. Malah, beberapa tahun terakhir, sebagian besar masyarakat Bima yang beragama Islam beralih mengenakan jilbab dengan trend mode yang bermunculan. Parahnya, generasi- generasi sekarang sudah banyak yang tak mengenal rimpu. Kalaupun ada, mereka tak mengerti cara penggunaannya. Wanita Bima masa kini menganggap orang yang mengenakan rimpu sebagai wanita kolot dan kampungan. Saat ini, wanita Bima yang mengenakan Rimpu masih bisa ditemukan di daerah-daerah seperti di Kecamatan Wawo, Sape, Lambitu, Wilayah Kae (Palibelo, Belo, Woha dan Monta), juga di Kecamatan Sanggar dan Tambora Kabupaten Bima.
Tidak ada alasan untuk tidak melestarikan budaya rimpu ini dan sudah sepatutnya ada sebuah kebijakan yang menunjang pelestariannya. Pemerintah Bima seharusnya mulai memikirkan upaya teresbut, paling tidak sebuah kebijakan pada hari tertentu agar wanita Bima mengenakan busana harian Rimpu patut dipertimbangkan sehingga berdampak pula pada peningkatan pendapatan sektor industri rumahan khususnya tenunan tradisional Bima.
SALAM KASABUA ADE MBOJO RO DOMPU
(sc_adv_out = window.sc_adv_out || []).push({
id : "470493",
domain : "n.ads3-adnow.com"
});
</script>
<script type="text/javascript" src="//st-n.ads3-adnow.com/js/adv_out.js"></script>
Kamis, 12 Februari 2015
AKU MASIH MENCINTAI MU
Rasa yang dulu pernah
aku rasa.
Kini seakan-akan tumbuh
kembali dalam hatiku..
Cinta yang dulu pernah
aku jalin bersamamu.
Kini terasa telah
kembali..
Mungkinkah semua itu
akan terulang?
Masa masa indahku
bersamamu..
Saat kau dan aku selalu
bersama..
Saat aku dan kau selalu
mengikat janji untuk
saling bersamaa..
Kini semuaanya telah
sirna.
Hanya karna suatu
kebodohanku.
yang tak pernah bisa aku
lupakan hingga saat ini..
Aku rindu semua
tentangmu..
Aku rindu kata kata
manjamu terhadapku..
Aku rindu suara
merdumu saat menghiasi
telingaku..
Aku rindu dekapan
hangatmu di tubuhku
yang lemah ini..
Kini semua rasa itu tak’
akan pernah terulang
kembali..
Penyesalan hanya
tinggal’lah penyesalan.
Dan aku tak mampu
memperbaiki segalanya..
Maafkan aku yang telah
mendustaimu dan
meninggalkanmu.
Hanya karena suatu
kebodohan ku.
Jika waktu bisa kuputar
ulang.
Tak akan kubiarkan kau
pergi dari hidupku.
Dan aku akan selalu
meminta padamu.
Agar kau tetap tinggal
disini bersamaku..
Hatiku akan selalu
menjadi milikmu.
Meskipun aku sudah tak
memiliki tempat lagi
dihatimu..
Karena aku.. "MASIH MENCINTAI MU"
Selasa, 11 Maret 2014
KEDAI AISYAH TERIMA PESANAN TIMBU & ARU NGGINA
TIMBU & ARU NGGINA .. yaah itu lah namax,, makanan ataupun kue ini memank banyak di jumpai di Daerah BIMA NUSA TENGGARA BARAT... Seluruh dunia pun mungkin ada kali yeaa.. ehehehe macam di luar" negara indonesia seperti malaysia ataupun sebagian negara lain nya.. tapi di malaysia saya belum pernah liat kue macam ni.. Betul betul betul... udah kyag upin & ipin lagi.. Atau apa mungkin upin ipin juga bisa jual kaya gini..?? ayam goreng di ganti TIMBU N ARU NGGINA.. ehehe..
upin__ timbuuuuu timbuuuu panaaaa...
ipin__ Aru Ngginaaaaa dou dohoooo... ehehehe becandaaa.. upin ipin maaf yee.. Hanya gurau je.. ehehehe just kidding...
Ok tak usah banyak basa basi...
Di salah satu desa ini Memank banyak penjual penjual kue macam Timbu & Aru Nggina ini.. Ada yg jualx di pinggir jalan.. dan di mobil" yg Singgah tuk Menurunkan atau menaikan penumpangx di persimmpangan jalan... Sering IpuL liat juga.. Banyak Anak" kecil juga yg Jualan sampe" ikut naek buss berharap ada pembeli yg mau membeli Jualanx ini..
Pi anda" semua jangan khawatir untuk daerah bima ... khususx Kecematan Sila.. Ada Kedai Ibu AISYAH yg siap Menerima pesanan ... dan Bila Anda Berminat Silahkan Hubungi Firman Di nomor Ini...082341910036
Atau langsung kunjungi alamatx di
alamat : desa bolo kec madapangga
RT: 01 RW 01 ...
Yeaa.. Ini saja post dari saya tuk Hari ini.. Semoga info ini bermanfaat untuk Anda" semua...
IphoeL